Rabu, 19 Juni 2013

Peran Pendidikan Agama Islam Sebagai Pembentukkan Karakter Anak



Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar karena didukung oleh sejumlah fakta positif yaitu posisi geopolitik yang sangat strategis, kekayaan alam dan keanekaragaman hayati, kemajemukan sosial budaya, dan jumlah penduduk yang besar. Oleh karena itu, bangsa Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi bangsa yang maju, adil, makmur, berdaulat, dan bermartabat. Namun demikian, untuk mewujudkan itu semua, kita masih menghadapi berbagai masalah nasional yang kompleks, yang tidak kunjung selesai. Misalnya aspek politik, di mana masalahnya mencakup kerancuan sistem ketatanegaraan dan pemerintahan, kelembagaan Negara yang tidak efektif, sistem kepartaian yang tidak mendukung, dan berkembangnya pragmatism politik. Lalu aspek ekonomi, masalahnya meliputi paradigm ekonomi yang tidak konsisten, struktur ekonomi dualistis, kebijakan fiskal yang belum mandiri, sistem keuangan dan perbankan yang tidak memihak, dan kebijakan perdagangan dan industri yang liberal. Dan aspek sosial budaya, masalah yang terjadi saat ini adalah memudarnya rasa dan ikatan kebangsaan, disorientasi nilai keagamaan, memudarnya kohesi dan integrasi sosial, dan melemahnya mentalitas positif (PP Muhammadiyah, 2009: 10-22).

Dari sejumlah fakta positif atas modal besar yang dimiliki bangsa Indonesia, jumlah penduduk yang besar menjadi modal yang paling penting karena kemajuan dan kemunduran suatu bangsa sangat bergantung pada faktor manusianya (SDM). Masalah-masalah politik, ekonomi, dan sosial budaya juga dapat diselesaikan dengan SDM. Namun untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut dan menghadapi berbagai persaingan peradaban yang tinggi untuk menjadi Indonesia yang lebih maju diperlukan revitalisasi dan penguatan karakter SDM yang kuat. Salah satu aspek yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan karakter SDM yang kuat adalah melalui pendidikan.

Pendidikan merupakan upaya yang terencana dalam proses pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar berkembang dan tumbuh menjadi manusia yang mandiri, bertanggungjawab, kreatif, berilmu, sehat, dan berakhlak mulia baik dilihat dari aspek jasmani maupun ruhani. Manusia yang berakhlak mulia, yang memiliki moralitas tinggi sangat dituntut untuk dibentuk atau dibangun. Bangsa Indonesia tidak hanya sekedar memancarkan kemilau pentingnya pendidikan, melainkan bagaimana bangsa Indonesia mampu merealisasikan konsep pendidikan dengan cara pembinaan, pelatihan dan pemberdayaan SDM Indonesia secara berkelanjutan dan merata. Ini sejalan dengan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah“… agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Melihat kondisi sekarang dan akan datang, ketersediaan SDM yang berkarakter merupakan kebutuhan yang amat vital. Ini dilakukan untuk mempersiapkan tantangan global dan daya saing bangsa. Memang tidak mudah untuk menghasilkan SDM yang tertuang dalam UU tersebut. Persoalannya adalah hingga saat ini SDM Indonesia masih belum mencerminkan cita-cita pendidikan yang diharapkan. Misalnya untuk kasus-kasus aktual, masih banyak ditemukan siswa yang menyontek di kala sedang menghadapi ujian, bersikap malas, tawuran antar sesama siswa, melakukan pergaulan bebas, terlibat narkoba, dan lain-lain. Di sisi lain, ditemukan guru, pendidik yang senantiasa memberikan contoh-contoh baik ke siswanya, juga tidak kalah mentalnya. Misalnya guru tidak jarang melakukan kecurangan-kecurangan dalam sertifikasi dan dalam ujian nasional (UN). Kondisi ini terus terang sangat memilukan dan mengkhawatirkan bagi bangsa Indonesia yang telah merdeka sejak tahun 1945. Memang masalah ini tidak dapat digeneralisir, namun setidaknya ini fakta yang tidak boleh diabaikan karena kita tidak menginginkan anak bangsa kita kelak menjadi manusia yang tidak bermoral sebagaimana saat ini sering kita melihat tayangan TV yang mempertontonkan berita-berita seperti pencurian, perampokan, pemerkosaan, korupsi, dan penculikan, yang dilakukan tidak hanya oleh orang-orang dewasa, tapi juga oleh anak-anak usia belasan.

Mencermati hal ini, saya mencoba memberikan beberapa gagasan untuk penguatan mutu karakter SDM sehingga mampu membentuk pribadi yang kuat dan tangguh. Pembahasan ini akan mengacu pada peran pendidikan, terutama pendidik sebagai kunci keberhasilan implementasi pendidikan karakter di sekolah dan lingkungan baik keluarga maupun masyarakat.


Pendidikan merupakan hal terpenting untuk membentuk kepribadian. Pendidikan itu tidak selalu berasal dari pendidikan formal seperti sekolah atau perguruan tinggi. Pendidikan informal dan non formal pun memiliki peran yang sama untuk membentuk kepribadian, terutama anak atau peserta didik. Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 kita dapat melihat ketiga perbedaan model lembaga pendidikan tersebut. Dikatakan bahwa Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sementara pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Kegiatan pendidikan informal dilakukan oleh keluarga dan lingkungan dalam bentuk kegiatan belajar secara mandiri.

Memperhatikan ketiga jenis pendidikan di atas, ada kecenderungan bahwa pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non formal yang selama ini berjalan terpisah satu dengan yang lainnya. Mereka tidak saling mendukung untuk peningkatan pembentukan kepribadian peserta didik. Setiap lembaga pendidikan tersebut berjalan masing-masing sehingga yang terjadi sekarang adalah pembentukan pribadi peserta didik menjadi parsial, misalnya anak bersikap baik di rumah, namun ketika keluar rumah atau berada di sekolah ia melakukan perkelahian antarpelajar, memiliki ’ketertarikan’ bergaul dengan WTS atau melakukan perampokan. Sikap-sikap seperti ini merupakan bagian dari penyimpangan moralitas dan prilaku sosial pelajar (Suyanto dan Hisyam, 2000: 194).

Oleh karena itu, ke depan dalam rangka membangun dan melakukan penguatan peserta didik perlu menyinergiskan ketiga komponen lembaga pendidikan. Upaya yang dapat dilakukan salah satunya adalah pendidik dan orangtua berkumpul bersama mencoba memahami gejala-gejala anak pada fase negatif, yang meliputi keinginan untuk menyendiri, kurang kemauan untuk bekerja, mengalami kejenuhan, ada rasa kegelisahan, ada pertentangan sosial, ada kepekaan emosional, kurang percaya diri, mulai timbul minat pada lawan jenis, adanya perasaan malu yang berlebihan, dan kesukaan berkhayal (Mappiare dalam Suyanto dan Hisyam, 2000: 186-87). Dengan mempelajari gejala-gejala negatif yang dimiliki anak remaja pada umumnya, orangtua dan pendidik akan dapat menyadari dan melakukan upaya perbaikan perlakuan sikap terhadap anak dalam proses pendidikan formal, non formal dan informal.


SDM merupakan aset paling penting untuk membangun bangsa yang lebih baik dan maju. Namun untuk mencapai itu, SDM yang kita miliki harus berkarakter. SDM yang berkarakter kuat dicirikan oleh kapasitas mental yang berbeda dengan orang lain seperti keterpercayaan, ketulusan, kejujuran, keberanian, ketegasan, ketegaran, kekuatan dalam memegang prinsip, dan sifat-sifat unik lainnya yang melekat dalam dirinya.

Secara lebih rinci, saya kutip beberapa konsep tentang manusia Indonesia yang berkarakter dan senantiasa melekat dengan kepribadian bangsa. Ciri-ciri karakter SDM yang kuat meliputi (1) religious, yaitu memiliki sikap hidup dan kepribadian yang taat beribadah, jujur, terpercaya, dermawan, saling tolong menolong, dan toleran; (2) moderat, yaitu memiliki sikap hidup yang tidak radikal dan tercermin dalam kepribadian yang tengahan antara individu dan sosial, berorientasi materi dan ruhani serta mampu hidup dan kerjasama dalam kemajemukan; (3) cerdas, yaitu memiliki sikap hidup dan kepribadian yang rasional, cinta ilmu, terbuka, dan berpikiran maju; dan (4) mandiri, yaitu memiliki sikap hidup dan kepribadian merdeka, disiplin tinggi, hemat, menghargai waktu, ulet, wirausaha, kerja keras, dan memiliki cinta kebangsaan yang tinggi tanpa kehilangan orientasi nilai-nilai kemanusiaan universal dan hubungan antarperadaban bangsa-bangsa (PP Muhammadiyah, 2009: 43-44). 


Berbicara pembentukan kepribadian tidak lepas dengan bagaimana kita membentuk karakter SDM. Pembentukan karakter SDM menjadi vital dan tidak ada pilihan lagi untuk mewujudkan Indonesia baru, yaitu Indonesia yang dapat menghadapi tantangan regional dan global (Muchlas dalam Sairin, 2001: 211). Tantangan regional dan global yang dimaksud adalah bagaimana generasi muda kita tidak sekedar memiliki kemampuan kognitif saja, tapi aspek afektif dan moralitas juga tersentuh. Untuk itu, pendidikan karakter diperlukan untuk mencapai manusia yang memiliki integritas nilai-nilai moral sehingga anak menjadi hormat sesama, jujur dan peduli dengan lingkungan.

Lickona (1992) menjelaskan beberapa alasan perlunya Pendidikan karakter, di antaranya: (1) Banyaknya generasi muda saling melukai karena lemahnya kesadaran pada nilai-nilai moral, (2) Memberikan nilai-nilai moral pada generasi muda merupakan salah satu fungsi peradaban yang paling utama, (3) Peran sekolah sebagai pendidik karakter menjadi semakin penting ketika banyak anak-anak memperoleh sedikit pengajaran moral dari orangtua, masyarakat, atau lembaga keagamaan, (4) masih adanya nilai-nilai moral yang secara universal masih diterima seperti perhatian, kepercayaan, rasa hormat, dan tanggungjawab, (5) Demokrasi memiliki kebutuhan khusus untuk pendidikan moral karena demokrasi merupakan peraturan dari, untuk dan oleh masyarakat, (6) Tidak ada sesuatu sebagai pendidikan bebas nilai. Sekolah mengajarkan pendidikan bebas nilai. Sekolah mengajarkan nilai-nilai setiap hari melalui desain ataupun tanpa desain, (7) Komitmen pada pendidikan karakter penting manakala kita mau dan terus menjadi guru yang baik, dan (7) Pendidikan karakter yang efektif membuat sekolah lebih beradab, peduli pada masyarakat, dan mengacu pada performansi akademik yang meningkat.

Alasan-alasan di atas menunjukkan bahwa pendidikan karakter sangat perlu ditanamkan sedini mungkin untuk mengantisipasi persoalan di masa depan yang semakin kompleks seperti semakin rendahnya perhatian dan kepedulian anak terhadap lingkungan sekitar, tidak memiliki tanggungjawab, rendahnya kepercayaan diri, dan lain-lain. Untuk mengetahui lebih jauh tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter, Lickona dalam Elkind dan Sweet (2004) menggagas pandangan bahwa pendidikan karakter adalah upaya terencana untuk membantu orang untuk memahami, peduli, dan bertindak atas nilai-nilai etika/ moral. Pendidikan karakter ini mengajarkan kebiasaan berpikir dan berbuat yang membantu orang hidup dan bekerja bersama-sama sebagai keluarga, teman, tetangga, masyarakat, dan bangsa. 

Pandangan ini mengilustrasikan bahwa proses pendidikan yang ada di pendidikan formal, non formal dan informal harus mengajarkan peserta didik atau anak untuk saling peduli dan membantu dengan penuh keakraban tanpa diskriminasi karena didasarkan dengan nilai-nilai moral dan persahabatan. Di sini nampak bahwa peran pendidik dan tokoh panutan sangat membantu membentuk karakter peserta didik atau anak.


Upaya untuk mengimplementasikan pendidikan karakter adalah melalui Pendekatan Holistik, yaitu mengintegrasikan perkembangan karakter ke dalam setiap aspek kehidupan sekolah. Berikut ini ciri-ciri pendekatan holistik (Elkind dan Sweet, 2005).

1.     Segala sesuatu di sekolah diatur berdasarkan perkembangan hubungan antara siswa, guru, dan masyarakat
2.     Sekolah merupakan masyarakat peserta didik yang peduli di mana ada ikatan yang jelas yang menghubungkan siswa, guru, dan sekolah
3.     Pembelajaran emosional dan sosial setara dengan pembelajaran akademik
4.     Kerjasama dan kolaborasi di antara siswa menjadi hal yang lebih utama dibandingkan persaingan
5.     Nilai-nilai seperti keadilan, rasa hormat, dan kejujuran menjadi bagian pembelajaran sehari-hari baik di dalam maupun di luar kelas
6.     Siswa-siswa diberikan banyak kesempatan untuk mempraktekkan prilaku moralnya melalui kegiatan-kegiatan seperti pembelajaran memberikan pelayanan
7.     Disiplin dan pengelolaan kelas menjadi fokus dalam memecahkan masalah dibandingkan hadiah dan hukuman
8.     Model pembelajaran yang berpusat pada guru harus ditinggalkan dan beralih ke kelas demokrasi di mana guru dan siswa berkumpul untuk membangun kesatuan, norma, dan memecahkan masalah
Sementara itu peran lembaga pendidikan atau sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan karakter mencakup (1) mengumpulkan guru, orangtua dan siswa bersama-sama mengidentifikasi dan mendefinisikan unsur-unsur karakter yang mereka ingin tekankan, (2) memberikan pelatihan bagi guru tentang bagaimana mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kehidupan dan budaya sekolah, (3) menjalin kerjasama dengan orangtua dan masyarakat agar siswa dapat mendengar bahwa prilaku karakter itu penting untuk keberhasilan di sekolah dan di kehidupannya, dan (4) memberikan kesempatan kepada kepala sekolah, guru, orangtua dan masyarakat untuk menjadi model prilaku sosial dan moral (US Department of Education).

Mengacu pada konsep pendekatan holistik dan dilanjutkan dengan upaya yang dilakukan lembaga pendidikan, kita perlu meyakini bahwa proses pendidikan karakter tersebut harus dilakukan secara berkelanjutan (continually) sehingga nilai-nilai moral yang telah tertanam dalam pribadi anak tidak hanya sampai pada tingkatan pendidikan tertentu atau hanya muncul di lingkungan keluarga atau masyarakat saja. Selain itu praktik-praktik moral yang dibawa anak tidak terkesan bersifat formalitas, namun benar-benar tertanam dalam jiwa anak.


Pendidik itu bisa guru, orangtua atau siapa saja, yang penting ia memiliki kepentingan untuk membentuk pribadi peserta didik atau anak. Peran pendidik pada intinya adalah sebagai masyarakat yang belajar dan bermoral. Lickona, Schaps, dan Lewis (2007) serta Azra (2006) menguraikan beberapa pemikiran tentang peran pendidik, di antaranya:

1.     Pendidik perlu terlibat dalam proses pembelajaran, diskusi, dan mengambil inisiatif sebagai upaya membangun pendidikan karakter
2.     Pendidik bertanggungjawab untuk menjadi model yang memiliki nilai-nilai moral dan memanfaatkan kesempatan untuk mempengaruhi siswa-siswanya. Artinya pendidik di lingkungan sekolah hendaklah mampu menjadi “uswah hasanah” yang hidup bagi setiap peserta didik. Mereka juga harus terbuka dan siap untuk mendiskusikan dengan peserta didik tentang berbagai nilai-nilai yang baik tersebut.
3.     Pendidik perlu memberikan pemahaman bahwa karakter siswa tumbuh melalui kerjasama dan berpartisipasi dalam mengambil keputusan
4.     Pendidik perlu melakukan refleksi atas masalah moral berupa pertanyaan-pertanyaan rutin untuk memastikan bahwa siswa-siswanya mengalami perkembangan karakter.
5.     Pendidik perlu menjelaskan atau mengklarifikasikan kepada peserta didik secara terus menerus tentang berbagai nilai yang baik dan yang buruk.
Hal-hal lain yang pendidik dapat lakukan dalam implementasi pendidikan karakter (Djalil dan Megawangi, 2006) adalah: (1) pendidik perlu menerapkan metode pembelajaran yang melibatkan partisipatif aktif siswa, (2) pendidik perlu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, (3) pendidik perlu memberikan pendidikan karakter secara eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan dengan melibatkan aspek knowing the good, loving the good, and acting the good, dan (4) pendidik perlu memperhatikan keunikan siswa masing-masing dalam menggunakan metode pembelajaran, yaitu menerapkan kurikulum yang melibatkan 9 aspek kecerdasan manusia. Agustian (2007) menambahkan bahwa pendidik perlu melatih dan membentuk karakter anak melalui pengulangan-pengulangan sehingga terjadi internalisasi karakter, misalnya mengajak siswanya melakukan shalat secara konsisten.

Berdasarkan penjelasan di atas, saya mencoba mengkategorikan peran pendidik di setiap jenis lembaga pendidikan dalam membentuk karakter siswa. Dalam pendidikan formal dan non formal, pendidik (1) harus terlibat dalam proses pembelajaran, yaitu melakukan interaksi dengan siswa dalam mendiskusikan materi pembelajaran, (2) harus menjadi contoh tauladan kepada siswanya dalam berprilaku dan bercakap, (3) harus mampu mendorong siswa aktif dalam pembelajaran melalui penggunaan metode pembelajaran yang variatif, (4) harus mampu mendorong dan membuat perubahan sehingga kepribadian, kemampuan dan keinginan guru dapat menciptakan hubungan yang saling menghormati dan bersahabat dengan siswanya, (5) harus mampu membantu dan mengembangkan emosi dan kepekaan sosial siswa agar siswa menjadi lebih bertakwa, menghargai ciptaan lain, mengembangkan keindahan dan belajar soft skills yang berguna bagi kehidupan siswa selanjutnya, dan (6) harus menunjukkan rasa kecintaan kepada siswa sehingga guru dalam membimbing siswa yang sulit tidak mudah putus asa.

Sementara dalam pendidikan informal seperti keluarga dan lingkungan, pendidik atau orangtua/tokoh masyarakat (1) harus menunjukkan nilai-nilai moralitas bagi anak-anaknya, (2) harus memiliki kedekatan emosional kepada anak dengan menunjukkan rasa kasih sayang, (3) harus memberikan lingkungan atau suasana yang kondusif bagi pengembangan karakter anak, dan (4) perlu mengajak anak-anaknya untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, misalnya dengan beribadah secara rutin.

Berangkat dengan upaya-upaya yang pendidik lakukan sebagaimana disebut di atas, diharapkan akan tumbuh dan berkembang karakter kepribadian yang memiliki kemampuan unggul di antaranya: (1) karakter mandiri dan unggul, (2) komitmen pada kemandirian dan kebebasan, (3) konflik bukan potensi laten, melainkan situasi monumental dan lokal, (4) signifikansi Bhinneka Tunggal Ika, dan (5) mencegah agar stratifikasi sosial identik dengan perbedaan etnik dan agama (Jalal dan Supriadi, 2001: 49-50)

Pendidikan Anak dalam Pandangan Islam



Sungguh Alloh Subhanahu Wa Ta’ala telah memberikan berbagai macam amanah dan tanggung jawab kepada manusia. Diantara amanah dan tanggung jawab terbesar yang Alloh Ta’ala bebankan kepada manusia, dalam hal ini orang tua (termasuk guru, pengajar ataupun pengasuh) adalah memberikan pendidikan yang benar terhadap anak. Yang demikian ini merupakan penerapan dari firman  Alloh Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
 “Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka
(QS. At-Tahrim:6).
Sahabat yang mulia Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu  ‘anhu menafsirkan ayat diatas dengan mengatakan: “Didik dan ajarilah mereka (istri dan anak-anak) hal-hal kebaikan” (Tafsir Ath-Thobari, Al-Maktabah As-Syamilah)
Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi orang tua untuk memperhatikan masalah pendidikan anaknya dengan sebaiknya-baiknya.
Dari mana harus memulai?
Segala sesuatu adalah berproses, demikian juga dalam hal mendidik anak. Berikut beberapa tahapan dalam membina dan mendidik anak
1.  Memilih istri (ibu bagi anak) yang sholihah
Hal ini merupakan langkah awal yang dilakukan oleh seseorang (calon bapak) agar anak-anaknya kelak menjadi anak-anak yang sholih. Karena seorang ibu adalah sekolah pertama tempat anak-anak menimba ilmu dan belajar. Seorang ibu yang sholihah tentu saja akan mengajarkan kebaikan dan amal sholih kepada anak-anaknya.
Oleh karena itu Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya : “Wanita dinikahi karena 4 hal: (yaitu) kekayaanya, kedudukanya, kecantikannya, dan agamanya. Pilihlah wanita yang memiliki agama, niscaya engkau akan beruntung”(HR. Bukhori Muslim).
Demikian juga sebaliknya. Bagi seorang calon ibu, ia harus memilih pendamping sholih yang kelak akan menjadi ayah dari anak-anaknya. Ayah adalah pemimpin dalam keluarga yang akan mengarahkan kemana bahtera rumah tangga akan berlayar. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya : “Apabila datang kepada kalian orang yang kalian ridhoi akhlak dan agamanya maka nikahkanlah ia, jika tidak kalian lakukan akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang luas” (HR At-Tirmidzi)
2.  Membiasakan anak untuk mengerjakan ibadah
Diantara yang perlu ditanamkan sejak dini dalam diri anak-anak adalah kesadaran untuk mengerjakan sholat wajib. Yang demikian ini disebutkan dalam firman Alloh :
وَأْمُرْأَهْلَكَ بِالصَّلَاةِوَاصْطَبِرْعَلَيْهَا
“perintahkan keluargamu untuk mengerjakan sholat dan bersabar atasnya” (QS. Thoha:132).
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “ajarkan sholat pada anak anak disaat berumur 7 tahun” (HR. At-Tirmidzi).
 Selain itu pula hendaknya orang tua memotivasi anak-anak untuk mengerjakan ibadah yang lain agar ketika mereka mencapai usia balig, mereka sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut.
3.  Memberikan teladan yang baik
Teladan yang baik merupakan hal terpenting dalam keberhasilan mendidik anak. Telah diketahui bersama bahwa seorang anak itu suka meniru tingah laku orang tuanya. Bila orang tua memberikan teladan yang baik kepada anaknya niscaya anak tersebut menjadi pribadi yang baik. Begitu juga sebaliknya. Maka hendaknya orang tua memperhatikan dan tidak menyepelekan masalah ini, serta jangan pula apa yang dikerjakan bertentangan dengan apa yang dikatakan. Alloh berfirman yang artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan. Amat besar kemurkaan disisi Alloh ta’ala bila kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan” (QS. Ash –Shof : 2-3)
4. Menjauhkan mereka dari teman teman yang buruk
Hendaknya orang tua memberikan pengarahan kepada anak-anaknya agar  memilih teman-teman yang baik agama dan budi pekertinya. Juga selayaknya orang tua memberikan pengertian dan senantiasa mengingatkan mereka akan bahaya bergaul dengan orang-orang tak sholih
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda yang artinya: “Sesungguhnya, perumpamaan teman baik dengan teman buruk, seperti penjual minyak wangi dan pandai besi; adapun penjual minyak, maka bisa jadi dia akan memberimu hadiah atau engkau membeli darinya atau mendapatkan aromanya; dan adapun pandai besi, maka boleh jadi ia akan membakar pakaianmu atau engkau menemukan bau busuk” (HR Bukhari  dan Muslim)
5.  Membentengi diri mereka dari hal hal yang merusak akhlak mereka
Penyebab banyaknya penyimpangan yang dilakukan anak-anak baik dari segi aqidah maupun akhlak adalah apa yang mereka saksikan baik di media cetak maupun elektronik berupa gambar-gambar atau tayangan-tayangan yang merusak agama mereka. Solusinya adalah terus memantau aktivitas sehari-hari mereka, serta memberikan bimbingan akan dampak negatif dari kemajuan teknologi. Yang demikian ini bukan berarti melarang mereka untuk menggunakan sarana informasi dan komunikasi, hanya merupakan pengarahan agar teknologi bisa termanfaatkan dengan baik.
6.   Mengajarkan nilai-nilai luhur dalam ajaran islam
Sudah sepantasnya bagi orang tua untuk menanamkan nilai-nilai luhur pada diri anak-anaknya, seperti pentingnya iman dan islam, kecintaan pada Alloh Ta’ala dan Rosul-Nya shollallohu ‘alaihi wa sallam  (yang nantinya membuahkan ketaatan terhadap perintah-perintah dan meninggalkan larangan-larangan), juga mengajarkan mereka adab-adab islam sehari-hari,( seperti adab berpakaian, makan dan minum dsb), dzikir-dzikir dan doa-doa, cara bertutur kata, bergaul dengan baik terhadap orang yang lebih tua dan sesama, cinta akan kebersihan dan perilaku baik lainya.
7.   Bersikap adil
Yaitu bersikap kepada anak-anak, tidak membedakan antara satu anak dengan anak yang lainya dalam segala hal, baik dari sisi kasih sayang, perhatian, pengajaran, nafkah, hadiah dan lain sebagainya sehingga tidak terjadi kecemburuan diantara mereka.
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:
فَاتَّقُوااللَّهَ وَاعْدِلُوابَيْنَ أَوْلاَدِكُمْ
“Bertaqwalah kalian kepada Alloh, dan berbuat adillah terhadap anak-anak kalian” (HR. Muslim)
8.   Mendoakan kebaikan bagi mereka
Hendaknya orang tua menyadari bahwa hidayah berada di tangan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Alloh memberikan hidayah  kepada siapa saja yang Ia kehendaki dengan rahmat dan karunia-Nya, sedang orang tua hanya bisa mengajarkan, mengarahkan, dan membimbing anak-anaknya. Oleh karena itu hendaknya memperbanyak berdoa untuk kebaikan mereka.
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَاهَبْ لَنَامِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَاقُرَّةَأَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَالِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“ mereka  berdoa: “ wahai Robb kami, berikanlah kami penyejuk hati dari istri-istri dan anak-anak kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS. Al-Furqon: 74).
Namun sebaliknnya, jauhilah dari mendoakan kejelekan bagi mereka (seperti: mengutuk, membodoh-bodohi, melaknat dan yang semisalnya)

Minggu, 16 Juni 2013

Hakekat Sholat



Dalam agam Islam tidak dikenal
istilah sembahyang.Yang ada ialah
Sholat.Kata sholat ini kita
temukan dalam kitab Suci AL
QUR’AN dengan kata sholat/
sholati.Sedangkan kata sholat menurut ilmu nahu terjamahan
kedalam bahas Indonesia ialah
Sholeh. Sholat Agama Islam ialah berkiblat
ke Baitullah,Berkiblat disini yang
tersirat disini ialah Menghadap ke Baitullah bukannya
yang ada bengunannya dinegara
Arab,melainkan Baitullah yang ada
pada diri manusia .Yang letaknya
diatas perut,diujung jantung
( QOLBU ). Bila masjid terdapat bedug yang
dahulunya dibuat dari kulit sapi
betina,itu mengikuti bedug yang
ada di Baitullah (qolbu )kita.Itu
pula sebabnya maka orang jawa
mengatakan kulit itu dengan kata kalep.Berasal dari kata QOLB
(qolbu ) Mengapa masjid dinamakan
Masjidil Haram?sehingga ada
pertanyaan mengapa kalau
haram dimasuki bukan dijauhi? Riwayatnya : Para sahabat Nabi
Muhammad SAW,sangat kasihan
bila melihat Nabi Besholat dengan kepanasan .Oleh
sebab itu lalu dibuatkan sebuah
bangunan. Ketika hendak sholat,para
sahabat lalu mempersilahkan
untuk mempergunakan bangunan
itu,sekalian diberi nama. Setelah melakukan sholat
dibangunan hasil karya para
sahabat itu,Rosulullah lalu
memberinya nama : Masjidil
Haram.Maksudnya agar umat
Islam tidak mengutamakan atau menilai bahwa dengan bersholat
dibangunan semacam itu,pasti
sholatnya diterima aleh
ALLAH.Tetapi maksud ini tidak
dapat dibaca oleh para
sahabat.Dan para sahabatpun tidak ada yang menanyakan
mengapa Rosulullah
menamakannya Masjidil Haram. Itulah sebabnya maka setiap
bangunan yang dipergunakan
untuk sholat umat Islam lalu
meniru bentuk Masjidil Haram
yang dibangun oleh para sahabat
Nabi.Sudah barang tentu bangunan yang sekarang ini
sudah beberapa kali mengalami
perbaikan.Baik dalam bentuk
maupun bahannya. Dalam AL QUR’AN ada perintah
ALLAH bahwa umat Islam bila
melaksanakan sholat yang fardhu
wajib melakukannya di BAITULLAH
( rumah ALLAH ).Dan dalam sebuah
sabda Rosulullah dalam Hadist mengatakan : “SESUNGGUHNYA SEAMPUH-
AMPUHNYA SHOLAT BILA DILAKUKAN
DENGAN TIDAK DIKETAHUI OLEH
ORANG LAIN “ Kalau kita pikirkan selintas
antara firman ALLAH dengan
Hadist diatas sangat
berlawanan.Sebab sholat fardhu
di BAITULLAH ( kalau diartikan
masjid ) tentunya dengan sholat
berjamaah.Tetapi Hadist
mengatakan Sholat yang ampuh
bilatidak diketahui oleh orang
lain.Tidak diketahui bukan berarti
tidak dilihat,Bukan ! Dalam kebingungan ini maka
sebagian orang Syari’at
menuduh Hadist itu adalah Dho’if
( palsu ).Padahal sebenarnya
Hadist itu benar adanya. Sesungguhnya Sholat Nabi
Muhammad SAW itu sendiri terdiri
dari 3 macam dan kita sebagian
umat Islam juga wajib
melakukannya. 1.Sholat Syari’at : Dilakukan 5
kali sehari dengan 17 Roka’at 2.Sholat Tauhid : Dilakukan 24 jam
( 5waktu )di BAITULLAH 3.Sholat Dha’im : dilakukan
sewaktu-waktu bila diperlukan
untuk berhubungan langsung dengan Sang Pencipta
( ALLAHU AKBAR ). 1.SHOLAT SYARI’AT Sholat ini sesungguhnya biasa
dilakukan oleh mereka dari
golongan Syari’at.Mereka Melakukan 5 kali sehari
semalam.iaitu waktu SUBUH,
DHUHUR,AS’HAR, MAGRIB, ISYA. Yang tersirat dari perintah ALLAH
disini ialah : 1.Sholat Subuh: 2 rokaat,dan
dapat dilakukan secara
berjamaah.Sholat ini memperingati saat kita dilahirkan
kea lam fana ini.Kita lahir terdiri
dari 2 bagian : lahir dan batin.Lagi pula
kita lahir tidak
sendirian.Disaksikan oleh Bidan/Dokter/Dukun
bayi,Bapak,Ibu.itu sebabnya maka
sholat subuh ini biasa dilakukan secara
berjamaah 2.Sholat Dhuhur :4
rokaat.Tujuannya ialah untuk
mencari nafkah (Lahir maupun
Batin) Dalam mencari nafkah,maka
memerlukan ke 4 hawa
nafsu :nafsu amarah,luamah
supiyah,mutmainah Bisa dilakukan berjamaah bila
sholat Jum’at : dilakukan hanya
2 roka’at,karena yang 2 roka’at
pertama sudah dipergunakan
untuk khotbah.Dan khotbah itu wajib
diikuti,karena merupakan rejeki
batin ( Santapan rokhani ) 3.Sholat as’har : 4
Roka’at .Tujuannya untuk
berbuat amal.Dalam berbuat amal
lahir dan amal batin,maka
dipergunakan
jasad,nyawa,rokh,dan rokhani 4.Sholat maghrib : 3
roka’at.Tujuannya untuk
mati.Tiga roka’at karena orang
mati itu melepaskan :Dzad,Nur dan Sir 5.Sholat Isya :4 roka’at.Karena
Tujuannya untuk hijrah ( pindah
dari Alam Fana ke Alam Akherat ), maka jasad harus
membawa roh jasmani/hewani,roh nabati,dan roh rewani -nyawa harus membawa Roh
Rahmani dan Roh Nurani -Roh harus membawa Roh Kudus -Rokhani harus membawa Roh
Rabbani dan Roh Burhani 2.SHOLAT TAUHID Sholat Tauhid ini dipergunakan
sebagai pengisi waktu luang
antara ke 5 sholat sayari’at.Hal
ini untuk memenuhi persyaratan
Firman Allah : “ BARANG SIAPA SELALU INGAT
KEPADAKU,MAKA AKU AKAN SELALU
INGAT KEPADANYA “ Maka para penganut ilmu
MA’RIFAT mengutamakan sholat
Tauhid dari pada sholat Syari’at Padahal Sholat syari’at itu jaga
termasuk sholat Muhammad
SAW.Dan ada maksud dan
tujuannya .Dikarenakan
kebanyakan mereka tidak
mengerti maksud dan tujuannya,maka sholat syari’at
banyak ditinggalkan oleh orang
Mari’fat. Sholat Tauhid dilakukan dengan
melakukan ( Dzikir Qolbu ).Dengan
Dzikir Qolbu Ini,maka senua nafsu diimami oleh
Rosul/Nur Muhammad dan juga
semua Alif Mutakalimun Arif
melakukan sholat di Baitullah.Ini
adalah sholat fardu yang
dilakukan berjamaah di Baitullah.Dan ini pula yang
dimaksud dengan sholat paling
ampuh yang tidak diketahui oleh
orang lain ! Keterangan : Mula-mula mereka
sholat di Baitul Muharam
(Tenggorokan ),lalu pindah ke
Baitul Muqadis ( Puser ) terus ke
Baitul Ma’mur ( kening ),lalu
pindah lagi ke Baitul Muqadas ( Kemaluan ) dan akhirnya sholat
di Baitullah ( Ulu Hati ) Oleh karena adanya sholat
ini,maka baik bayi lahir maupun
orang mati tidak pernah tepat
jamnya.Kalau tidak lebih sekian
detik atau menit,ya kurang
sekian detik atau menit.Yang hanya Sholat di Baitullah,Tidak
berpindah-pindah ialah ke4 nafsu
yang diimami oleh Rosul/Nur
Muhammad. 3. SHOLAT DHA’IM Sewaktu di Gua Rahim,semua
umat manusia pernah melakukan
sholat.Dan sholatnya adalah
Dha’im Mul Haq.Oleh sebab itu
tidak benar bahwa masih ada
orang kafir hidup dialam Fana ini. Karena ketika lahir kita ini
kehilangan HAQ,maka lalu LAHAULA
WALA QUWATA ILLA BILLAHIL
ALIYIL’ADHIM ( Tiada daya apa-
apa kecuali ALLAH yang punya
kuasa ),tidak bias lagi KUNFAYAKUN.Maka selama hidup ini
kita ikhtiar untuk mandapatkan
HAQ yang hilang itu.Agar kita
dapat berbuat amal dengan
sempurna. HAQ ini adanya di Alam Akbar/
LAUHUL MAHFUZ.Sarananya sudah
ada dan dalam diri kita.Yaitu
ditengah-tengah Tonsil.